Selamat Datang di situs Karya Andalas Logistik!

Kamis, 27 September 2012

Regulasi Impor Ketat, Pengusaha Kertas Kesulitan Bahan Baku

Ketatnya regulasi impor membuat pelaku industri kertas nasional kesulitan untuk mendapatkan bahan baku kertas bekas. Pasalnya, regulasi impor mengharuskan impor bahan baku kertas bekas melewati proses verifikasi yang rumit dan mahal.

Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 39 tahun 2009 tentang ketentuan Impor Non Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) mensyaratkan seluruh impor kertas bekas harus melalui proses Verifikasi Penelusuran Teknik Impor (VPTI) serta melibatkan kerja sama operasional Sucofindo-Surveyor Indonesia (KSO-SCSI).



Misbahul Huda, Ketua Umum Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) mengatakan, yang menjadi masalah adalah pemerintah menerapkan totally inspection sebagai reaksi kasus impor scrap (besi tua) baja yang terjadi awal tahun ini.

Hal tersebut menyebabkan harga Letter of Shipment (LS) yang semula USD 60 mengalami peningkatan yang signifikan menjadi USD 385 - USD 1,400. Menurutnya, apabila proses produksi terganggu dalam waktu yang lama, maka dikhawatirkan akan menyebabkan tutupnya 19 perusahaan industri pengguna kertas bekas yang mempekerjakan sebanyak 23.000 karyawan.

Dia menjelaskan, ketika biaya VPTI sudah mencapai dua persen dari nilai barang, maka efek dominonya adalah harga bahan baku bisa naik hingga lebih dari 25 persen.

Ketua Komisi Kertas APKI Johan Gunawan menambahkan, apabila bahan baku naik 25 persen, maka harga jual juga akan ikut naik, namun sulit untuk mengetahui berapa kenaikan pastinya. "Sudah dua bulan ini harga kertas kemasan dan koran naik 20-30 persen", katanya.

Lebih lanjut, Misbahuk mengatakan, kasus tersebut juga bisa menyebabkan semakin banyak kertas kemasan impor di dalam negeri. Bahkan tegasnya, negara bisa kehilangan devisa hinga USD 350 juta.

APKI mencatat, kebutuhan kertas bekas dalam negeri saat ini mencapai enam juta ton per tahun. Dari jumlah itu, sekitar 4,5juta ton digunakan untuk industri kemasan dan sisanya, 1,5 juta ton digunakan untuk industri koran. "Sekitar 70-80 persen kertas bekas diimpor sebagian besar dari Eropa dan Amerika" ucapnya.

Wakil Ketua APKI Suhendra Wiriadinata mengatakan APKI telah membahas hal ini dengan pihak KSO-SCSI dan Kemendag. Ia menjelaskan, di negara-negara lain, industri kertasnya justru mampu bersaing karena tidak memberlakukan aturan seperti di Indonesia.

Direktur Eksekutif APKI Liana Bratasida mengusulkan agar pemerintah menunda mekanisme dan prosedur VPTI baru serta menerapkan kembali prosedur lama sampai batas waktu enam bulan. Selain itu, pihaknya juga berharap agar pemerintah bisa mengkaji ulang Permendag Nomor 39/ 2009.

"Kami mengusulkan agar kertas bekas dapat dikeluarkan dari listing permendag tersebut karena kertas bukan limbah," tutur Liana.

source: economy.okezone.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar